Rabu, 09 Desember 2009

KEHIDUPAN MALAMKU, KEHIDUPAN MALANGKU

Aku sangat mencintai kebebasan ini. Terbang ke sana ke mari tanpa ada peraturan yang membatasi pergerakan ini. Aku selalu merasa bahwa akulah yang paling gesit. Terbang dengan kecepatan tinggi, hingga terdengar seperti ngaungan mobil formula 1 jika aku terbang melewati alat pendengaran makhluk yang entah kenapa sangat benci padaku. Bahkan bukan hanya padaku, tapi kepada seluruh bangsaku.

Aku tak mau langsung menyalahkan makhluk itu, aku mencoba untuk introspeksi diri. Mungkin memang salah bangsaku juga, bangsaku mulai tak terkendali lagi, mungkin karena tak ada peraturan yang mengekang pergerakan kami. Aku mencoba untuk tidak masuk ke dalam trend yang beredar, karena menurutku Cuma membuat aku jadi sinting.

Bangsaku serakah! Makan hinggga kelewat batas! Tidak sedikit yang mampus karena keserakahannya. Makan yang bukan haknya lagi hingga terlena dan lalai dengan mengisi perut hingga buncit. Lalu lemas dan tak sanggup untuk terbang gesit lagi seperti yang kulakukan saat ini. Tak ayal, mereka tamat oleh 2 buah telapak yang amat besar. Telapak makhluk yang tadi kukatakan amat membenci bangsa kami. Yang padahal, dengan sedikit sentilannya saja, kami telah merasa sangat sakit yang takkan terlupakan hingga akhir dunia. Bayangkan! Apalagi dihimpit oleh 2 buah telapak yang besar dengan kecepatan yang lumayan! Mending kalau kami langsung mati, tapi kalau ajal kami belum sampai? Kami bakalan hidup dengan kesengsaraan yang luar biasa dan takkan ada yang bakalan mempedulikan, karena bangsaku seperti tidak pernah kenal dengan yang namanya solidaritas.

Biasanya, setelah mengisi perut sekedar cukup untuk nahan lapar hingga esok malam, aku keluar dari kediaman makhluk yang kukunjungi dan mengintainya dari luar, aku berdiam diri di tempat yang aman. Aku selalu meneteskan air mata melihat saudara sebangsaku dibantai habis2an oleh makhluk itu dengan tanpa belas kasihan. Saudara sebangsaku ditindas dengan berbagai cara, dengan asap beracun, dengan semprotan cairan yang juga beracun, dengan jarring aneh bergagang yang membunuh saudara sebangsaku melalui sengatan yang amat mengerikan.

Aku tak pernah tau entah dendam apa yang pernah terjadi antara bangsaku dengan makhluk itu hingga perperangan ini tak pernah usai. Bangsaku, dengan ego tak mau kalahnya, melakukan pergaulan bebas hingga melahirkan virus. Virus yang tak berbahaya bagi bangsaku, tapi mematikan bagi makhluk yang menjadi musuh bangsaku. Jika mereka terjangkit virus ini, biasanya mereka dibawa ke tempat yang selalu menggembar-gemborkan kata steril.

Sepertinya perang ini memang tak akan pernah usai hingga akhir zaman. Aku tak bisa berbuat apa2, karena aku hanya makhluk kecil yang tak punya kuasa.

Kembali ke topic pergaulan bebas yang seolah2 menjadi trend di dalam bangsaku. Trend yang lagi2 sangat menjijikkan bagiku. Trend yang sangat hina bagiku. Tapi itulah arus zaman, haruskah aku ikuti? Aku sering tergilas2 akibat tidak mengikuti arus. Tapi aku tetap tegar pada pendirian ini. Ini tantangan tersendiri bagiku, tantangan yang amat memacu adrenalin. Menantang! Aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tak akan masuk ke lembah pergaulan itu.

Kalau dipikir2, peperangan ini sungguh tidak adil, bangsa kami menyerang dengan hanya bersenjatakan virus ini, tapi dengan stok yang sedikit, karena virus ini tidak pernah kami sadari keberadaannya, kami tak pernah tau apakah virus itu telah menjangkiti kami atau tidak, karena virus itu tidak memberikan dampak apa2 pada bangsa kami. Sementara makhluk yang menjadi musuh kami itu, mereka sampai2 membuka lapangan pekerjaan yang menyerap banyak tenaga kerja untuk memproduksi bahan2 pembunuh bagi kami. Setidaknya ada keuntungan yang mereka peroleh dari peperangan ini. Di saat mereka membenci kami, mereka mendapatkan keuntungan.

Apa mungkin ini yang menyebabkan kebencian dan peperangan ini seakan2 dipelihara? Untuk kepentingan sekelompok tertentu? Hingga mereka selalu menciptakan wadah bagi bangsaku untuk terus berkembang? Atau mungkin karena ego bangsaku yang tak pernah berhenti menyerang makhluk itu walaupun kami tau kami kalah dalam hal pendidikan dan tekhnologi? Aku rasa bangsaku tak akan bisa menang dengan hanya mengandalkan nyali dan motivasi.

Ada 1 lagi yang aku herankan dari makhluk yang sangat membenci bangsaku ini, sekelompok yang berada di tempat yang selalu menggembar-gemborkan kata steril tadi, sekelompok yang selalu merasa penting di tempat itu, sekelompok yang bangga dengan pakaian kaku putihnya. Mereka selalu mengajak dan menganjurkan saudara sebangsanya untuk jangan pernah memberikan kesempatan bagi bangsaku untuk berkembang, menghancurkan wadah2 yang memungkinkan bangsaku berkembang. Kenapa mereka menganjurkan itu? Strategi apalagi ini? Padahal semakin banyak saudara sebangsanya yang terjangkit virus yang bangsaku bawa, sekelompok berpakaian kaku putih ini akan semakin mendapatkan keuntungan. Aku melihat sendiri transaksi yang terjadi dengan mata kepalaku.

Kenapa bangsaku tidak pernah menyadari kalau perang ini hanya sia2? Atau ada oknum dan mafia dari bangsaku sendiri yang juga mengambil keuntungan dari peperangan ini? Aku merasa ditunggangi. Kenapa tidak dihentikan saja urusan dengan makhluk ini? Masih banyak makhluk lain yang mau menerima kedatangan bangsa kami apa adanya asalkan tidak berlebihan. Oh, mungkin ini dia alasannya, bangsaku serakah! Bangsaku egois! Bangsaku tak pernah mau belajar! Hingga tak sadar ditunggangi.

Damai. Sepertinya hanya sebuah kata yang tak mungkin untuk dibeli sekalipun. Hanya angan2. Di saat pada zaman ini semua dapat dibeli, damai tetap saja takkan terbeli selama keegoisan dan keserakahan ini terus dibudayakan dan dibudidayakan. Hanya khayalan, hanya mimpi, hanya angan2, hanya cerita.

Mungkin kalian belum mengenal aku, aku meminjam blognya Satriadi Yusnaidi untuk mencurahkan isi hatiku. Tapi kalian tak akan pernah tau namaku, karena aku tak mau mempromosikannya, biarlah aku dibenci selama aku tak membenci.

1 komentar:

  1. mantaps nyan realita lawet nyoe yg terjadi semua org lebih mementignkan diri pribadi dari pada orang lain,,bravo sat

    BalasHapus

Mengenai Saya

Foto saya
Membenarkan yang salah, menyalahkan yang benar